Minggu, 07 Agustus 2011

PENTINGNYA PEMBINAAN RELASI KAUM MUDA MENUJU PEMANTAPAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN GEREJA KATOLIK

1.1. LATAR BELAKANG PENULISAN
Pembinaan kaum muda untuk memahami perkawinan sebagai suatu yang sakral sangat diperlukan agar hidup perkawinan itu tetap utuh. Hal ini dilakukan untuk menjernikan pandangan tentang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral karena pemahaman tentang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral menjadi kabur, rancu dan bahkan juga keliru. Kenyataan ini dapat disebabkan oleh kurangnya pendidikan yang integral dan sehat di bidang sosialitas dan perkawinan dari generasi ke generasi. Hal lain disebabkan oleh penghayatan perkawinan pasangan suami-istri dalam pelbagai semangat, bentuk dan cara yang sangat menonjolkan aspek individual dari kebebasan manusia.
Gereja sebagai lembaga dalam masyarakat oleh karena itu bertanggung jawab atas pelbagai problematika kaum muda. Gambaran Gereja sebagai umat Allah (kita adalah Gereja) melibatkan kaum awam dalam menjalankan visi dan misinya di tengah dunia (GS no. 11). Gereja yang cukup lama tenggelam dalam pelayanan yang lebih bersifat institusional-hierarkis, dalam mana kaum awam berada pada posisi ‘pasif parasiter’, mulai mengembangkan karya pastoral yang bersifat ‘pastoral partisipatif’. Karya pastoral ini melibatkan kaum awam secara aktif dalam pelbagai kegiatan Gereja dan kaum awam dipandang sebagai partner kerja dalam pelayanan pastoral. Model pelayanan pastoral ini dikembangkan juga oleh Gereja dalam pelayanan terhadap kaum mudanya. Gereja menyadari bahwa kaum muda adalah unsur yang sangat penting dalam Gereja karena kaum muda sebagai generasi penerus Gereja. Gereja bertanggung jawab atas pelbagai persoalan yang dihadapi kaum muda. Hal ini ditunjukkan oleh Paus Yohanes Paulus II yang sangat memperhatikan kaum muda. Ia menegaskan perlunya menyiapkan kaum muda untuk perkawinan; perlunya mengajarkan cinta kepada mereka. Paus Yohanes Paulus II menyadari dan menegaskan bahwa dunia generasi muda sekarang mengalami perubahan yang drastis dari generasi sebelumnya. Perubahan ini mengancam kaum muda dan masa depannya terlebih dalam kehidupan perkawinan yang akan mereka hidupi
Penghayatan hidup kebanyakan kaum muda dewasa ini seperti hedonisme dan konsumerisme, seks bebas (free sex), kumpul kebo, menjadi momok bagi perkawinan Gereja Katolik. Oleh karena itu pentingnya penyadaran terhadap kaum muda tentang dampak-dampak dari pelbagai penghayatan hidup seperti yang disebutkan di atas serta meningkatkan kembali pemahaman yang baik tentang hakikat dan makna dari perkawinan Katolik sebagai sebuah sakramen. Selain itu, pemahaman keluarga sebagai Gereja mini ditanamkan dalam diri kaum muda, dengan itu keluarga yang akan mereka bentuk akan menjadi tanda bagi dunia, menjadi pewarta dan pelayanan karya Gereja di dalam masyarakat karena keluarga Katolik dibentuk dan dikukuhkan dalam sakramen perkawinan.
Pelbagai fenomena ini yang mendorong penulis untuk mendalami lebih jauh spiritualitas yang dihayati kaum muda dewasa ini, pelbagai dampak yang disebabkan oleh bentuk-bentuk penghayatan hidup yang ada di dalam diri kaum muda. Bertolak dari konteks Gereja Katolik, penulis mengkaji penghayatan spiritualitas kaum muda ini dalam kaitannya dengan spiritualitas perkawinan Katolik yang akan dihidupi oleh kaum muda yang bersangkutan. Spiritualitas kaum muda seperti seks bebas (free sex), hedonisme dan konsumerisme, seks pra nikah, aborsi, kumpul kebo dan lain sebagainya menghantar kaum muda katolik pada problem kawin pintas yang mengancam kehidupan perkawinan Katolik yang bersifat satu, utuh, tak terceraikan serta berlangsung seumur hidup. Latar belakang pemikiran ini, mendorong penulis mengambil judul tulisan PENTINGNYA PEMBINAAN RELASI KAUM MUDA MENUJU PEMANTAPAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN GEREJA KATOLIK. Penulis mengambil judul tulisan seperti ini dengan tujuan untuk mencari langkah pastoral yang tepat untuk mngarahkan pasangan kawin pintas menuju keluarga kristiani sejati.
2. Kaum Muda Dalam Gereja
2. 1. Dokumen Konsili Vatikan II
Kaum muda adalah pribadi yang memiliki potensi-potensi di dalam dirinya yang dapat dikembangkan secara baik untuk perkembangan dan kemajuan sebuah masyarakat atau sebuah kehidupan sosial. Hal ini ditegaskan dalam Konsili Vatikan II tentang kerasulan kaum awam yang melihat kaum muda sebagai sebuah kekuatan yang amat penting bagi masyarakat umum (Apostolicam Actuositatem no. 12). Kaum muda menjadi elemen yang amat penting di dalam masyarakat karena eksistensi mereka dalam masyarakat dengan pelbagai perannya bertambah banyak dan semakin meningkat seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan kehidupan sosial lainnya.
Gereja menyadari bahwa peranan kaum muda dalam kehidupan sosial menjadi penting. Oleh karena itu Gereja mengembangkan karya pastoral yang khusus terhadap kaum muda yakni dengan hadirnya komisi kepemudaan di dalam keuskupan-keuskupan. Komisi ini bertujuan untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam diri kaum muda sehingga dapat mengambil bagian secara aktif dalam karya kerasulan awam pada umumnya yakni mengambil bagian dalam misi kedatangan Kristus di tengah dunia yaitu mewartakan Kerajaan Allah.
Karya pastoral kaum muda ini mengambil bentuk yang berbeda dengan karya pastoral kaum awam pada umumnya. Karya pastoral yang dikembangkan turut memperhatikan psikologi perkembangan kaum muda. Karya pastoral ini pada umumnya rekreatif tetapi dalam semangat kerasulan kristiani seperti bertamasya sambil mensharingkan pengalaman berdasarkan Kitab Suci, berkamping sambil mengadakan misa bersama. Hal ini dikembangkan Gereja untuk mempersiapkan kaum muda dalam pelayanan Gereja karena kaum muda adalah Gereja Allah di masa yang akan datang.
2.2. Kitab Hukum Kanonik (KHK)
Kanon 1083 pasal 1 menegaskan usia pria yang dapat melangsungkan perkawinan apabila telah genap berusia 16 tahun dan seorang wanita telah genap berusia 14 tahun (Kanon 1083 $ 1). Dari kanon ini dapat diketahui bahwa kaum muda menurut Kitab Hukum Kanonik adalah seorang pria yang berumur 16 tahun atau lebih dan seorang perempuan yang berumur 14 tahun atau lebih yang tidak terikat dengan hidup perkawinan.
2. KAWIN PINTAS
2. 1. Pengertian
Konsep tentang perkawinan berubah sesuai dengan konsep cinta yang berkembang dewasa ini yaitu cinta yang dilandasi oleh individualisme yang berarti cinta sebagai alat untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan pribadi seperti kebutuhan ekonomis dan kepuasan biologis atau kepuasan seks. Hidup perkawinan dewasa ini oleh karena itu mendapat banyak tantangan. Hal ini ditunjukkan dengan realitas perceraian yang sering terjadi di tengah masyarakat, kehadiran pasangan yang kumpul kebo ditolerir oleh masyarakat, realitas persetubuhan yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah menjadi hal yang wajar dalam kehidupan masyarakat, praktek-praktek prostitusi menjadi sebagai perwujudan kehidupan seks bebas dilegalisasi.
Apabila dua orang sudah masuk dalam hubungan seksual satu sama lain dan hidup bersama sebagai suatu keluarga seperti yang telah diuraikan di atas namun tanpa ikatan suci perkawinanan maka hal ini dapat diartikan sebagai kawin pintas. Penghayatan hidup kebanyakan kaum muda dewasa ini seperti hedonisme dan konsumerisme, seks bebas (free sex), kumpul kebo, menjadi momok bagi perkawinan Gereja Katolik. Oleh karena itu pentingnya penyadaran terhadap kaum muda tentang dampak-dampak dari pelbagai penghayatan hidup seperti yang disebutkan di atas serta meningkatkan kembali pemahaman yang baik tentang hakikat dan makna dari perkawinan Katolik sebagai sebuah sakramen.
2. 2. Faktor-Faktor Penyebab Kawin Pintas
2. 2. 1. Budaya Hedonisme dan Konsumerisme
2. 2. 2. Budaya Free Sex
2. 2. 3. Kumpul Kebo yang Sudah Membudaya
3.2. ARTI KELUARGA SECARA UMUM
Keluarga inti terdiri dari seorang suami dan istri serta anak-anak mereka. Keluarga inti juga mencakup anak angkat. Keluarga inti dibagi lagi dalam dua jenis yakni keluarga orientasi dan keluarga prokreasi. Perbedaan dari kedua pengertian ini adalah terletak pada posisi individu. Keluarga orientasi terdiri dari individu, orang tuanya dan saudara-saudarinya. Keluarga prokreasi terdiri dari individu itu sendiri, istri atau suaminya, dan anak-anak mereka.
Keluarga luas merupakan penggabungan dari beberapa keluarga inti. Keluarga luas terbentuk melalui poligami atau poliandri dan melalui penggabungan keluarga inti karena hubungan kekerabatan. Salah satu fungsi keluarga yang penulis tekankan dalam tulisan ini adalah fungsi mendidik. Dalam perspektif katolik penulis mengambil dasar Gravissimum Educationis.

3. 3. Peranan Keluarga Kristiani dalam Mendidik Menurut Gravissimum Educationis
Hampir sepenuhnya dibenarkan jika dikatakan bahwa kenakalan yang ditimbulkan oleh kaum muda bersumber pada keadaan keluarga yang tidak kondusif. Situasi keluarga yang berantakan menimbulkan efek negatif pada anak. Perceraian orang tua, atau pertikaian dalam rumah membuat anak merasa asing di rumah sendiri dan lebih suka mencari alternatif kehidupan lain di luar rumah. Artikel 3 berbicara tentang mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan, salah satunya adalah orang tua. Sedangkan artikel 6 menulis tentang hak-hak dan kewajiban orang tua atas pendidikan anak. Pada bagian ini juga penulis membahas tentang peran keluarga dalam mendidik anak terutama bagi kaum muda.

3. 3. 1. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mendidik (Artikel 3 dan 6)
Orang tua mempunyai tugas yang berat dalam mendidik kaum muda. Orang tua harus diakui sebagai pendidik yang paling utama. Gravissimum Educationis menulis dalam artikel 3,
Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi.

Berbicara tentang tanggung jawab bukan suatu hal yang gampang. Tanggung jawab terhadap anak merupakan berkat sekaligus beban. Tentunya semua orang tua menginginkan anaknya menjadi pribadi yang baik dan kehadirannya diinginkan semua orang. Pokok yang menjadi penekanan Gravissimum Educationis tentang tanggung jawab orang tua adalah orang tua berkewajiban menciptakan lingkungan keluarga yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama. Lebih lanjut Gravissimum Educationis menulis,

Sebab merupakan tanggung jawab orang tua: menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan setiap masyarakat. Adapun terutama dalam keluarga kristen, yang diperkaya dengan rahmat serta kewajiban sakramen perkawinan, anak-anak sudah sejak dini harus diajar mengenal Allah serta berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama, seturut iman yang mereka terima dalam baptis .

Sebagai keluarga Kristen kaum muda harus diajarkan untuk mengenal Allah, berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama. Usaha ini perlu dilakukan sejak anak masih dalam usia dini, misalnya dengan selalu mengajak anak untuk berdoa, atau ke gereja. Dengan demikian anak menemukan pengalaman pertama mengenal Allah dan Gereja. Orang tua harus menyadari tentang pentingnya keluarga Kristen untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah.
Tanggung jawab orang tua akan semakin ringan jika ada kerja sama yang baik dengan masyarakat dan Gereja. Masyarakat mengambil bagian dalam pendidikan anak dengan berusaha memajukan pendidikan generasi muda. Masyarakat menciptakan situasi yang baik demi menunjang pendidikan anak dalam keluarga. Demikian pula dengan Gereja melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kerohanian.
Dalam artikel 6 Gravissimum Educationis, orang tua mempunyai kewajiban dan hak yang tidak bisa diganggu gugat dalam mendidik anak-anak mereka. Peranan orang tua ini dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain pertama, orang tua bebas memilih sekolah untuk anak. Dalam memilih sekolah untuk anak orang tua tidak sekedar memilih tetapi perlu memperhatikan kualitas dan kinerja sekolah. Orang tua harus memiliki pandangan ke depan agar sekolah yang dipilih mampu membina dan mendidik anak secara baik dan benar.
Kedua, dalam kaitan dengan hal ini orang tua tidak saja bekerja sendiri, tetapi dibantu oleh pemerintah. Tugas pemerintah adalah memberikan kebebasan kepada warga negara, memberikan subsidi sehingga orang tua mampu secara bebas memilih sekolah untuk anak. Oleh karena itu, negara wajib menjamin hak-hak atas pendidikan sekolah yang memadai, mengawasi kemampuan para guru, menjaga mutu studi, memperhatikan kesehatan para murid, dan meningkatkan seluruh sistem persekolahan.
Kegiatan memilih sekolah sangat berkaitan erat dengan proses belajar anak. Sekolah yang dipilih harus mampu membina dan memacu minat belajar. Anak yang belajar dengan baik akan berperilaku baik. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif berarti baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan semua orang. Sedangkan perubahan aktif berarti tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi karena usaha dari siswa itu sendiri.
Perubahan yang terjadi karena proses belajar harus bersifat efektif. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh yang positif dan bermanfaat untuk siswa. Proses belajar itu juga harus berguna untuk siswa dalam menempuh ujian. Seringkali para siswa menjadi frustrasi karena gagal dalam ujian. Sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu membina dan memberikan keberhasilan kepada murid-muridnya.

3. 3. 2. Orang Tua Menciptakan Kehidupan Rumah Tangga yang Beragama
Suasana di dalam keluarga sangat menentukan perkembangan kehidupan kaum muda. Suasana keluarga yang baik dapat dilihat dari kebiasaan mengembangkan kehidupan beragama yang baik. Keluarga yang mengembangkan kehidupan agama yang baik akan membantu perkembangan anak untuk menjadi pribadi yang beriman dan taat kepada agama. Orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam kehidupan berkeluarga. Kenyataan membuktikan bahwa keterlibatan kaum muda dalam urusan keagamaan hampir tidak diperhatikan. Mereka menganggap bahwa kegiatan atau hal-hal keagamaan hanya menjadi urusan orang tua.
Keluarga merupakan kekuatan yang paling dasar yang bisa membentuk secara baik kehidupan kaum muda. Keluarga yang kurang harmonis memicu terjadinya penyelewengan-penyelewengan kaum muda. Kaum muda akan mencari kehidupan lain yang dirasa cocok dengan kehidupannya. Dalam keluarga karakter seseorang dibentuk. Faktor genetis atau keturunan cukup berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang, tetapi perlu disadari bahwa kaum muda selalu mempunyai keinginan kuat untuk mencari hal-hal baru dan jika tidak dikendalikan dengan baik maka kaum muda akan terjerumus ke dalam tindakan-tindakan negatif.


4. PENTINGNYA PEMBINAAN RELASI KAUM MUDA MENUJU PEMANTAPAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERKAWINAN GEREJA KATOLIK
Hidup perkawinan dewasa ini mendapat banyak tantangan. Hal ini ditunjukkan dengan realitas perceraian yang sering terjadi di tengah masyarakat, kehadiran pasangan yang kumpul kebo ditolerir oleh masyarakat, realitas persetubuhan yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah menjadi hal yang wajar dalam kehidupan masyarakat, praktek-praktek prostitusi menjadi sebagai perwujudan kehidupan seks bebas dilegalisasi. Nilai perkawinan sebagai bentuk persekutuan suami-istri yang luhur dan suci tidak lagi menjadi dasar pembentukan keluarga.
Konsep tentang perkawinan berubah sesuai dengan konsep cinta yang berkembang dewasa ini yaitu cinta yang dilandasi oleh individualisme yang berarti cinta sebagai alat untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan pribadi seperti kebutuhan ekonomis dan kepuasan biologis atau kepuasan seks. Dimensi personalistik, persetubuhan sebagai hal yang luhur, prokreasi/kelahiran anak dan pendidikannya, tidak menjadi tujuan utama pembentukan keluarga. Perjanjian perkawinan sebagai dasar terbentukknya sebuah keluarga dapat diputuskan oleh pasangan suami istri tersebut. Hal ini akan berdampak pada pergeseran pemahaman tentang perkawinan yang keliru, praktek seks bebas yang semakin berkembang, dan peningkatan angka penderita HIV/AIDS. Hal ini berdampak pada kehidupan kaum muda karena pelaku praktek seks bebas, penderita HIV/ADS berasal dari umur kaum muda.
Keluarga Katolik mendapat tantangan di tengah pergeseran tentang konsep perkawinan dan konsep tentang cinta dewasa ini. Keluarga Katolik ditantang untuk tetap berpegang pada cinta kasih personal sebagai dasar pembentukan keluarga dan pembentukan keluarga Katolik bertujuan untuk kesejahteraan suami-istri, prokreasi/kelahiran anak dan pendidikannya . Keluarga Katolik dibentuk atas dasar sakramen sehingga perkawinan adalah sesuatu yang luhur dan suci. Perkawinan sebagai sebuah sakramen mengangkat persetubuhan sebagai hal yang suci dan berkenan di hadapan Allah. Persetubuhan itu merupakan relasi eksklusif yang khas perkawinan dengan sifat yang tidak terceraikan, monogami dan tidak dapat dibatalkan oleh kuasa manusiawi manapun. Relasi ini merupakan ekspresi cinta kasih personal dari pasangan suami-istri. Dasar dari relasi ini adalah kesetiaan. Kesetiaan memampukan pasangan suami-istri Katolik saling memberi dan menerima diri pasangan apa adanya, saling mendukung dalam perwujudan diri dan tujuan-tujuan bersama, saling membantu dan saling memahami serta memaafkan satu sama lain. Relasi dengan dasar kesetiaan ini menghadirkan relasi Kristus dengan GerejaNya dan membentuk keluarga yang harmonis dan sejahtera. Keluarga yang harmonis dan sejahtera merupakan bentuk keterlibatan pasangan suami-istri dalam mewartakan cinta kasih Allah.
Pembentukan keluarga harmonis dipersiapkan dari awal. Hal ini dilakukan dengan pendampingan dan pembinaan kaum muda dalam mempersiapkan mereka membentuk keluarga kristen yang harmonis dan sejahtera. Keluarga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu masyarakat. Keluarga adalah salah satu unsur utama pembentuk suatu masyarakat. Nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat berlaku dan dihayati dalam hidup berkeluarga. Keluarga menjadi tempat sosialisasi yang pertama bagi anak-anak tentang nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya sehingga anak-anak dapat beradaptasi dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Keluarga adalah unsur utama yang turut berperan dalam membentuk perkembangan kepribadian dan watak anak. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan tempat pertama bagi anak mempelajari nilai dan norma dan tempat bagi anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan anggota keluarga yang lain. Kepribadian dan watak anak berkembang secara baik di dalam sebuah keluarga yang harmonis. Keluarga bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan kepribadian kaum muda. Penanaman nilai yang baik oleh orang tua menjadi penentu perkembangan kepribadian kaum muda. Orang tua juga harus mempersiapkan bentukbentuk relasi yang akan dihidupi oleh kaum mudanya. Hal ini dapat dilakukan dengan dengan melakukan diskusi bersama, nasehat dan anjuran-anjuran bagi kaum muda sehingga kaum muda memiliki kebijaksanaan dalam hidup. Hidup perkawinan orang tua merupakan contoh konkrit bagi kaum muda dalam menjalani hidup perkawinan. Penjelasan dan pendidikan bagi kaum muda tentang perkawinan dilihat dari kehidupan dan penghayatan orang tua akan perkawinan mereka dalam hidup harian. Kaum muda dapat memahami tentang keluhuran perkawinan dari kehidupan orang tua. Hal lain dilakukan dengan memberikan pendidikan dan penjelasan tentan seks dan persetubuhan dan pelbagai dampak dari praktek seks bebas/free sex, serta seks pranikah. Hal ini untuk menciptakan kesadaran dalam diri kaum muda dan menciptakan relasi yang menghargai tubuh dan persetubuhan. Pendampingan dan pembinaan ini menjadi penting untuk mempersiapkan kaum muda dalam menghadapi pelbagai realitas dewasa ini yang dapat mengancam keutuhan keluarga. Hal ini menjadi penting karena dengan itu pembentukan keluarga dan keutuhannya tetap terjaga di tengah realitas dengan pergerseran konsep tentng perkawinan dan konsep tentang cinta dewasa ini.
Pendampingan dan pembinaan tentang hidup perkawinan difokuskan bagi kaum muda karena kaum muda adalah kelompok masyarakat dengan umur yang dekat dengan hidup perkawinan. Kaum muda harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan parokial dengan membeikan tanggung jawab berupa tugas-tugas Gereja dan paroki kepada kaum muda. Kaum muda dengan sifatnya yang terikat dengan kelompok maka tugas-tugas tersebut diberikan kepada kaum muda dalam kelompok. Hal ini dilakukan dengan membentuk organisasi kaum muda dalam paroki dan menjadikan organisasi tersebut bagian dari dewan paroki. Hal ini bertujuan membangun kesadaran dalam diri kaum muda bahwa mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Gereja dan Paroki dan masa depan Gereja dan paroki merupakan tanggung jawab kaum muda. Hal lain dilakukan dengan mengadakan misa kategorial kaum muda, katakese tentang kaum muda, ret-ret bagi kaum muda, rekoleksi, kemping rohani, dan Sharing Kitab Suci dalam kelompok kategorial kaum muda.
5. PENUTUP
Keluarga Katolik mendapat tantangan di tengah pergeseran tentang konsep perkawinan dan konsep tentang cinta dewasa ini. Keluarga Katolik ditantang untuk tetap berpegang pada cinta kasih personal sebagai dasar pembentukan keluarga dan pembentukan keluarga Katolik bertujuan untuk kesejahteraan suami-istri, prokreasi/kelahiran anak dan pendidikannya . Keluarga Katolik dibentuk atas dasar sakramen sehingga perkawinan adalah sesuatu yang luhur dan suci. Perkawinan sebagai sebuah sakramen mengangkat persetubuhan sebagai hal yang suci dan berkenan di hadapan Allah. Persetubuhan itu merupakan relasi eksklusif yang khas perkawinan dengan sifat yang tidak terceraikan, monogami dan tidak dapat dibatalkan oleh kuasa manusiawi manapun. Relasi ini merupakan ekspresi cinta kasih personal dari pasangan suami-istri. Dasar dari relasi ini adalah kesetiaan. Kesetiaan memampukan pasangan suami-istri Katolik saling memberi dan menerima diri pasangan apa adanya, saling mendukung dalam perwujudan diri dan tujuan-tujuan bersama, saling membantu dan saling memahami serta memaafkan satu sama lain. Relasi dengan dasar kesetiaan ini menghadirkan relasi Kristus dengan GerejaNya dan membentuk keluarga yang harmonis dan sejahtera. Keluarga yang harmonis dan sejahtera merupakan bentuk keterlibatan pasangan suami-istri dalam mewartakan cinta kasih Allah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar